Sabtu, 22 Oktober 2011

Cannabinoids Melindungi Otak Dari Proses Penuaan



Para peneliti dari Universitas Bonn dan Mainz telah menemukan mekanisme yang dapat melindungi otak manusia dari proses penuaan. Dalam sebuah percobaan dengan tikus, para peneliti mematikan reseptor cannabinoid-1. Sebagai akibatnya, hewan menunjukkan tanda-tanda degenerasi – seperti yang terlihat pada orang dengan demensia – jauh lebih cepat. Hasil penelitian tersebut dipresentasikan oleh Prosiding National Academy of Sciences (PNAS) pada edisi bulan ini.

Manusia akan menjadi semakin tua dan jumlah orang dengan demensia meningkat. Faktor yang mengendalikan degenerasi otak sebagian besar masih belum diketahui. Namun para peneliti berasumsi bahwa faktor-faktor seperti stres, akumulasi dari produk-produk limbah beracun serta peradangan dapat mempercepat penuaan. Tapi sebaliknya, ada juga mekanisme yang dapat – seperti pengawal – melindungi otak dari degenerasi atau memperbaiki struktur yang rusak.
Para peneliti dari Universitas Bonn dan Mainz kini telah menemukan fungsi dari reseptor cannabinoid-1 (CB1) yang sebelumnya tidak diketahui. Reseptor adalah protein yang dapat mengikat zat-zat lainnya dan memicu rantai sinyal. Cannabinoids seperti THC atau zat aktif dalam ganja dan endocannabinoids dibentuk oleh tubuh untuk mengikat reseptor CB1. Keberadaan reseptor ini juga merupakan penyebab efek ‘tinggi’ pada ganja.
Reseptor CB1 memiliki potensi adiktif sekaligus memainkan peran dalam degenerasi otak. “Jika kita matikan reseptor dengan menggunakan teknologi gen, usia otak tikus jauh lebih cepat,” kata Onder Albayram, penulis utama dari sebuah media publikasi ilmiah yang juga seorang mahasiswa S3 yang tergabung dalam team peneliti bersama Profesor Dr Andreas Zimmer dari Institut für Molekulare Psychiatrie di University of Bonn. Ia mengatakan, “Ini berarti bahwa sistem sinyal CB1 memiliki efek perlindungan untuk sel-sel saraf.”
Tikus membuktikan kekuatan otak mereka di kolam renang

Para peneliti mempelajari tikus dengan kategori umur yang berbeda, yaitu: kategori ‘Muda’ usia 3 minggu, ‘Menengah’ usia 5 bulan dan ‘Advance’ usia 12 bulan. Hewan-hewan ini harus menguasai berbagai tugas – pertama, mereka harus menemukan platform yang terendam dalam kolam renang. Setelah tikus tahu lokasinya, platform dipindahkan dan hewan itu harus menemukannya lagi. Ini adalah cara bagaimana para peneliti menguji seberapa baik daya ingat yang dipelajari tikus.
Hewan-hewan di mana reseptor CB1 -nya telah dimatikan (knock-out mice) menjadi berbeda dari tikus lain yang sejenis. “The knock-out mice dengan jelas menunjukkan berkurangnya kemampuan belajar dan kapasitas memori sang tikus,” kata Dr Andras Privatdozent Bilkei-Gorzo dari tim Profesor Zimmer, yang memimpin penelitian. Akibatnya, hewan yang tidak memiliki reseptor kurang berhasil dalam pencarian platform. “Selain itu, mereka menunjukkan kerugian yang jelas dari sel-sel saraf di hippocampus,” jelasnya lebih lanjut. Ini bagian dari otak yang merupakan daerah pusat untuk membentuk dan menyimpan informasi. Selain itu, para peneliti menemukan proses peradangan di otak. Seiring usia tikus yang makin bertambah, proses degeneratif menjadi semakin terlihat.
Hubungan paralel yang menakjubkan dengan otak manusia

Hewan-hewan dengan reseptor CB1 yang utuh justru sebaliknya, tidak lebih baik kemampuan belajar dan memori serta kesehatan sel saraf mereka. “Akar penyebab penuaan adalah salah satu rahasia kehidupan,” komentar Albayram. Penelitian ini telah mulai membuka pintu untuk memecahkan teka-teki ini. Proses dalam otak tikus memiliki sejumlah paralel yang mengejutkan dengan usia terkait perubahan dalam otak manusia. Jadi, sistem endocannabinoid juga dapat menyajikan sebuah mekanisme perlindungan dalam penuaan otak manusia.
Penulis utama mengingatkan, “Ini masih memerlukan penelitian tambahan.” Para ilmuwan ingin lebih dahulu memahami mekanisme reseptor CB1 yang dapat melindungi otak dari proses peradangan. Dan berdasarkan rantai penelitian tersebut, maka ada kemungkinan untuk mengembangkan riset ini menjadi bahan untuk terapi baru. (cpt)
Publikasi: Onder Albayram, Judith Alferink, Julika Pitsch, Anastasia Piyanova, Kim Neitzert, Karola Poppensieker, Daniela Mauer, Kerstin Michel, Anne Legler, Albert Becker, Krisztina Monory, Beat Lutz, Andreas Zimmer dan Andras Bilkei-Gorzo: Peran CB1 cannabinoid reseptor pada neuron GABAergic dalam penuaan otak, Prosiding National Academy of Sciences (PNAS), www.pnas.org/



Kontak dan sumber:
Universitas Bonn
Privatdozent Dr Andras Bilkei-Gorzo
Institut für der Universität Molekulare Psychiatrie Bonn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar